Cinta yang tak terbeli
Awal tahun 2008 saya bergabung di gereja GBI. Awal-awal bergabung tentu semua merasakan dan mengalami apa yang disebut cinta mula-mula. Rasanya nunggu hari Minggu itu lama sekali. Dan tiap hari tak ada cerita, selain cerita tentang Yesus, isi Alkitab dan cerita-cerita bagaimana Tuhan Yesus memanjakan saya. Semua yang saya inginkan Tuhan kasih dengan cepat, bahkan teman di blok saya bilang wajah saya berubah seperti pakai bayclin. Wajah ceria orang jatuh cinta.
Seiring berjalannya waktu, saya membekali diri saya dengan ikut sekolah KOM dan aktif di CooL. Waktu itu libur saya belum rutin tiap Minggu. Jadi kalau pas dapat libur, dari pagi-pagi saya sudah ada di Menara Doa dan ikut seluruh kegiatan gereja sampai malam. Begitu terus sampai akhirnya saya mendapat hak libur saya setiap Minggu. Semua karena iman. Sebesar mana kita beriman, sebesar itu kita menerima.
Bersyukur di gereja ini kita diasuh mentor-mentor yang sangat luar biasa. Saya lulus KOM dan dipersiapkan homelitika.
Saya masih ingat tema yang saya ambil untuk homelitika pertama saya. Dari perikop lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh. Cerita dari perikop itu adalah perjalanan cinta saya dalam mengiring Yesus. Pelita yang dibawa para gadis itu adalah simbol cinta membara yang Tuhan berikan pada siapa saja yang mau mengenalNya. Perbedaannya, bagaimana kita menjaga cinta itu. Cinta itu akan tetap sama rasanya, saat kita terus mau setia dan mau bertahan melewati ujian dan proses mengiring Dia. Saat Tuhan ijinkan kita redup, bahkan minyak itu habis sama sekali, kita tidak bisa minta minyak itu kepada orang-orang di sekeliling kita.
Saat kita lupa dan bahkan kehilangan cinta kita kepadaNya, kita harus berjuang kembali untuk meraih cinta yang hilang itu. Berjuang untuk merebut hati Tuhan itu kembali. Disitulah akan kita dapatkan kembali pelita yang menyala penuh dengan minyak.
Semua tidak gampang. Tidak segampang kita mengawali atau mengakhirinya. Tapi yang terpenting disini adalah kesetiaan dan kemauan kita untuk bertahan pada kasih yang mula-mula itu. Dimana kita tetap harus menjaga pelita itu untuk tetap berkobar dan terang menyala dalam hidup kita.
Saya melakukannya sampai saat ini, melatih diri untuk mau dipimpin roh, karena saya sungguh tahu kalau kasih mula- mula itu tidak diperjualbelikan.
Tuhan sungguh tahu betapa lemah daging kita, tapi RohNya menguatkan dan menghidupkan. Tuhan tidak akan membiarkan kita mengalami ujian melebihi kekuatan kita. Saat ujian diberikan, Tuhan sudah menyediakan jawaban terbaik. Tidak ada satupun rancanganNya yang mencelakakan kita, tapi sungguh rancanganNya adalah hari depan yang penuh dengan harapan.
Wahyu 2:2-4: Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.
Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.
Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.
Esther Budi - Mong Kok Pagi